Magelang, Kabarku.net – Musisi Purwatjaraka, Trie Utami, Dewa Budjana dan lainnya menggelar pentas bertajuk “Sound of Borobudur” di Omah Mbudur, kompleks Candi Borobudur Magelang, Kamis (8/4).
Mereka tidak menggunakan alat musik modern, seperti gitar elektik, drum, kibor, tapi memainkan alat sederhana dan tradisional dari kayu.
Ditangan musisi kondang tanah air tetap menghasilkan irama enak didengarkan dan mampu membuat anggota tubuh penonton yang hadir ikut bergoyang.
Semua yang hadir, termasuk Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Ganjar Pranowo dibuat takjub dengan pertunjukan tersebut.
Alat musik yang dimainkan para musisi nasional dan lokal itu ternyata terinspirasi ukiran di dinding Candi Borobudur.
Menurut Dewa Budjana,setelah melalui riset panjang, alat musik itu berhasil dibuat, berbunyi, dan bisa disatukan dalam sebuah orkestrasi.
“Ini kelanjutan dari project lima tahun lalu, ketika saya diajak ke sini dan mendapat pengetahuan bahwa relief di Candi Borobudur ternyata menyimpan banyak sekali pengetahuan. Candi Borobudur seperti perpustakaan, yang semuanya ada di sini termasuk seni,” katanya.
Baca juga :
- Ganjar Berhasil Nyalakan Api Abadi Mrapen yang Padam Sejak 2020
- PKS Jateng Santuni Anak Yatim
- Ganjar Akan Hidupkan Api Abadi Mrapen yang Padam Selama 6 Bulan
- Evalusi Uji Coba PTM di Jateng, Ganjar Menyatakan Bagus
- KSR PMI Unit Unisri Akan Gelar Webinar Kesehatan Mental
Kemudian Dewa Budjana bersama Trie Utami tergerak untuk mencoba mereplika alat musik yang ada di relief itu. Setelah terbentuk, berusaha untuk membunyikannya, dengan cara dan metode zaman sekarang.
Lebih lanjut Dewa menerangkan, ada ratusan alat musik yang tergambar di relief Candi Borobudur. Tidak hanya dari Jateng, melainkan dari Kalimantan bahkan ada dari Thailand atau India.
“Kami menduga, Candi Borobudur merupakan pusat seni dunia. Atau kalau tidak, di sini merupakan pusat berkumpulnya seniman-seniman dari seluruh dunia, dengan alat-alat musik yang berbeda. Mungkin zaman dulu di sini pernah ada konser besar seluruh dunia,” ujarnya.
Personil grup Gigi mendukung pengembangan kawasan Candi Borobudur tidak fokus pada pembangunan fisik, tapi harus diikuti dengan menggali nilai-nilai historis yang ada.
“Candi Borobudur itu sangat kaya. Kalau saya masih melihat dari sisi seni saja, tentu orang lain melihat dari dimensi yang berbeda,” kata Dewa.
Sementara, Ganjar mengatakan “Sound of Borobudur” adalah karya seni yang dihasilkan musisi-musisi handal yang tergolong nekat. Purwatjaraka, Trie Utami, Dewa Budjana, dan sejumlah seniman sekaligus ilmuan yang meneliti ini, menghasilkan karya yang luar biasa.
“Mereka menemukan alat-alat musik di relief Candi Borobudur, kemudian berusaha membuat replikanya, menemukan bunyinya dan sekarang jadi komposisi yang luar biasa. Mungkin hipotesisnya benar, bahwa Candi Borobudur adalah pusat musik dunia. Kita ingin mewujudkan itu,” ujarnya.
Ganjar menegaskan akan mendukung upaya menjadikan Candi Borobudur sebagai pusat kesenian dunia, untuk memperkaya dan menambah daya tarik kawasan ini,
Untuk itu, Ganjar sepakat, bahwa pengembangan kawasan Candi Borobudur tidak boleh hanya fokus pada pembangunan fisik saja. Orang mungkin akan bosan berkunjung ke Borobudur, kalau yang dijual hanya candi dan bangunan-bangunan.
“Ke depan mungkin tidak perlu membuat hal baru, cukup mewujudkan apa yang ada di relief candi itu dijadikan sebuah pertunjukan menarik. Tidak menutup kemungkinan nanti tarian-tarian yang terpahat di relief itu bisa digerakkan dikehidupan nyata. Maka orang yang wisata nanti akan betah,” katanya.