Jakarta, Kabarku.net – Mendikbud Nadiem Makarim, Mendagri Tito Karnavian dan, Menag Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) terkait penggunaan seragam dan atribut di lingkungan sekolah.
Dalam SKB 3 Menteri ditujukan untuk sekolah negeri diselenggarakan untuk seluruh masyarakat Indonesia dengan agama dan etnis apapun.
“SKB ini mengatur sekolah negeri di Indonesia yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah untuk semua masyarakat Indonesia, dengan agama, etnisitas, dan diversivitas apapun. Berarti semua yang mencakup di dalam SKB 3 Menteri ini mengatur sekolah negeri,” kata Nadiem dalam jumpa pers virtual dilansir sigijateng.id, Rabu (3/2).
Dalam SKB itu, pemilihan seragam merupakan hak murid dan guru. Guru dan murid berhak memilih antara seragam dan atribut tanpa kekhususan agama atau seragam dan atribut dengan kekhususan agama.
Para murid dan para tenaga kependidikan adalah yang berhak memilih antara: a. Seragam dan atribut tanpa kekhususan agama atau b. Seragam dan atribut dengan kekhususan agama.
Baca juga :
- Ganjar Pantau Banjir di Kaligawe Semarang Sudah Mulai Surut
- Pucang Argo Community Gelar Baksos Korban Puting Beliung Demak
- Gelar Operasi, Polda Jateng Dapati Tempat Hiburan Malam Langgar Jam Operasional PPKM Skala Mikro
- Riyono Salurkan Bantuan Perahu Karet Untuk Tangani Banjir Pekalongan
- Siswa SMP Buat Smart Face Shield Alat Ukur Suhu Tubuh Gantikan Thermo Gun
“Kunci dari SKB 3 Menteri ini yang harus ditekankan adalah hak di dalam sekolah negeri untuk memakai atribut kekhususan keagamaan itu adanya di individu. Siapa individu itu? Murid dan guru, dan tentunya orang tua. Itu bukan keputusan dari sekolahnya di dalam sekolah negeri,” ujar Nadiem.
Pemerintah daerah dan sekolah dilarang mewajibkan ataupun melarang penggunaan atribut seragam dengan kekhususan agama.
Mengingat pemilihan atribut seragam merupakan hak masing-masing guru dan murid, tentunya dengan izin orang tuanya.
Pemerintah daerah dan sekolah pun tidak boleh mewajibkan atau melarang seragam atau atribut dengan kekhususan keagamaan.
“Dengan adanya SKB ini, pemerintah daerah dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan atau tanpa kekhususan agama. Pemda dan kepala sekolah diberi waktu 30 hari sejak SKB ini ditetapkan,” ujar Nadiem.
Jika terjadi pelanggaran terhadap SKB ini, sambung Nadiem, ada sanksi yang mengancam. Sanksi tersebut bisa diberikan oleh Pemda, Kemendagri maupun Kemenko PMK.
Pemda bisa memberikan sanksi kepada kepala sekolah, pendidik dan tenaga kependidikan. Gubernur bisa memberikan sanksi kepada bupati atau wali kota.
Kemendagri bisa memberikan sanksi bisa memberikan sanksi kepada gubernur. Dan Kemenko PMK bisa memberikan sanksi kepada sekolah terkait penyaluran bantuan operasional sekolah atau bos atau bantuan lainnya.
“Tindak lanjut atas pelanggaran akan dilaksanakan sesuai mekanisme yang berlaku,” tandasnya.
Sementara itu, Kementerian Agama juga akan melakukan pendampingan praktik agama yang moderat dan dapat memberikan pertimbangan untuk pemberian dan penghentian sanksi.
“SKB ini dikecualikan untuk Provinsi Aceh. Peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan beragama Islam di Provinsi Aceh dikecualikan dari ketentuan ini sesuai kekhususan Aceh berdasarkan peraturan perundang-undangan terkait pemerintahan Aceh,” ujar Nadiem.