Kabarku.net – Ibadah shalat ada kewajiban umat Islam yang harus dilaksanakan lima kali dalam satu hari yakni Subuh, Dhuhur, Azhar, Maghrib, hingga Isya.
Meski telah melaksanakan shalat fardu lima waktu tersebut belum tentu ibadah salat yang kita kerjakan akan mendekatkan diri kepada Allah. Karena kita lalai.
Rasulullah shalalahu allaihi wassalam bersabda, ”Akan datang pada manusia (umat Nabi Muhammad) suatu zaman, banyak orang yang merasakan dirinya shalat, padahal mereka sebenarnya tidak shalat.” (HR Ahmad).
Firman Allah dalam surah An-Nisa ayat 43 yang artinya: ”Sehingga kamu mengetahui akan apa yang kamu ucapkan.”
Oleh karena, dalam mengerjakan salat tidak boleh lalai yakni tidak mengetahui maksud apa yang dibaca dan apa yang dikerjakan. Apalagi jika kurang memperhatikan syarat rukun dan ketentuan-ketentuan salat lainnya. Maka, yang diperoleh hanyalah payah dan letih.
Baca juga :
- Kepala SMP di Semarang Menginginkan Pembelajaran Tatap Muka di Sekolah
- Artidjo Alkostar, “Momok” Koruptor Indonesia Meninggal Dunia
- Balai Bahasa Jateng Gelar Penghargaan Prasidatama 2021
- Ganjar Pantau Banjir di Kaligawe Semarang Sudah Mulai Surut
- Pucang Argo Community Gelar Baksos Korban Puting Beliung Demak
Rasulullah menyatakan, ”Berapa banyak orang yang salat (malam), keuntungan yang diperoleh hanyalah payah dan letih.” (HR Ibnu Majah).
Jadi, meskipun merasa dirinya salat, tapi hakikatnya tidak salat. Dan tidak akan mendapatkan hikmah salat. Salatnya pun tidak menambah dekat kepada Allah, tapi justru sebaliknya.
Rasulullah menegaskan, ”Barang siapa yang salatnya tidak dapat mencegah perbuatan keji dan munkar, maka tiada bertambah baginya kecuali semakin jauh dari Allah.” (HR Ali Ibnu Ma’bad).
Nah, zaman yang diprediksikan Rasulullah, tampaknya sudah terjadi sekarang. Meskipun bangsa Indonesia mayoritas muslim dan tentu saja banyak yang salat, tapi tak sedikit pula di antara mereka yang masih tetap melakukan perbuatan keji dan munkar.
Ironisnya, dari hari ke hari frekuensinya tidak semakin menurun, bahkan dari segi kuantitas maupun kualitasnya semakin meningkat, seperti tindak KKN, perzinahan, dan kejahatan lainnya.
Padahal, jika salat bisa dikerjakan dengan baik dan benar, dengan memperhatikan syarat rukunnya dan kesunahannya, maka hikmahnya sangat besar, baik dalam kehidupan individu maupun masyarakat.
Sebab semua yang ada dalam salat, baik bacaan dan gerakan mengandung makna.
Manifestasi dari rukun qauli (bacaan dalam salat), akan menjadikan orang tidak mudah berkata bohong, memfitnah, dan berkata kotor lainnya.
Manifestasi dari rukun fi’li (gerakan dalam salat), tangan tidak akan digunakan untuk menjamah sesuatu yang dilarang agama, dan kaki pun tidak melangkah kecuali yang diridhai Allah. Demikian juga anggota tubuh lainnya.
Manifestasi dari rukun qalbi (kekhusukan hati), maka jiwanya tidak akan mudah dihinggapi penyakit rohani, seperti hasut, iri, dengki, dendam, dan sombong.
Manifestasi dari sujud. Sujud merupakan simbol penghambaan (ketaatan) tertinggi seorang muslim, karena posisi sujud adalah meletakkan kepala di lantai (tanah). Orang yang bersujud berarti telah rela meletakkan kepalanya yang terhormat ke lantai yang diinjak oleh kaki. Ini artinya orang yang sujud itu telah bersedia mematuhi ketetapan-ketetapan hukum (syariat Islam) secara totalitas dalam semua aspek kehidupan. Dengan begitu, secara kontekstual pun harus bersujud dalam segala bentuk aktivitas kehidupannya sehari-hari.
Misalnya, jika berbisnis harus jujur, tidak menipu, dan tidak mencuri takaran atau timbangan. Jika berpolitik harus mengedepankan moral dengan tujuan memperjuangkan kaum lemah. Dan, jika menjadi pemimpin berusaha mengemban amanah.
Rasulullah mengumpamakan orang yang mengerjakan salat lima kali sehari semalam itu seperti orang yang mandi untuk membersihkan kotoran yang ada di badan. (sigijateng.i).