Semarang, Kabarku.net – Ribuan buruh anggota Federasai Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jawa Tengah tetap akan menggelar mogok kerja pada Rabu-Kamis (7-8/10).
Aksi mogok kerja buruh ini sebagai bentuk penolakan pengesahan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law oleh DPR RI pada Senin (5/10).
“Mogok kerja bakal dilakukan ribuan buruh anggota FSPMI di 13 perusahaan tersebar di Semarang dan Jepara,” kata Ketua FSPMI Jawa Tengah (Jateng) Aulia Hakim, Selasa (6/10).
Mogok kerja di Semarang akan dipusatkan di perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) PT Sami Tugu Factory, kawasan Tugu.
Sedangkan ke-13 perusahaan itu adalah PT Sami Tugu Factory, PT Sami Jepara Factoty, CV Darat Semarang, PT GS Battery Plant Semarang, PT Ciubros Farma, PT Maratea, CV Karunian Abadi, PT Ebako Nusantara, PT Palliser Indonesia Semarang, PT Jiale Indonesia Textile Jepara, PT Semeru Karya Buana, PT San-Yu Frame Moulding Industris, dan CV Matelindo Menunggal Karya.
Baca juga :
- Kepala SMP di Semarang Menginginkan Pembelajaran Tatap Muka di Sekolah
- Artidjo Alkostar, “Momok” Koruptor Indonesia Meninggal Dunia
- Balai Bahasa Jateng Gelar Penghargaan Prasidatama 2021
- Ganjar Pantau Banjir di Kaligawe Semarang Sudah Mulai Surut
- Pucang Argo Community Gelar Baksos Korban Puting Beliung Demak
Menurut Aulia, para buruh yang akan mengikuti aksi mogok kerja mendapatkan tekanan dari pihak perusahaan tempat bekerja.
Perusahaan mengancam bagi buruh yang ikut aksi mogok kerja harus melakukan rapid test Covid-19 dengan biaya sendiri, dan melakukan karantina selama 14 hari tanpa mendapatkan upah.
“Kami tetap akan menggelar mogok kerja sebagai bentuk perlawanan menolak pengesahan UU Cipta Karja,” tandasnya.
DPR RI dan pemerintah, sambung dia, tidak mendengarkan aspirasi buruh yang menolak pengesahaan RUU Cipta Kerja karena merugikan buruh.
Sebab dalam UU Cipta Kerja itu akan menghapuskan cuti panjang buruh, cuti haid dan melahirkan bagi buruh perempuan tidak dibayar, dan pesangon buruh dikurangi dari 32 kali upah menjadi 25 kali upah.
“FSPMI bukan anti investasi, karena investasi tetap dibutuhkan guna menggerakan perekonomian bangsa. Mestinya UU Cipta Kerja tidak mereduksi kesejahteraan buruh, bahkan seharusnya meningkatkan kesejahteraan buruh,” ujar Aulia yang menambahkan UU Cipta Kerja terkesan bernuasa politik.