Semarang, Kabarku.net – Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) atau Asosiasi Pondok Pesantren Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah meminta pondok pesantren jangan dijadikan objek dalam menangani kasus Covid-19 di pondok pesantren.
Permintaan ini disampaikan Sekretaris RMI PWNU Jawa Tengah (Jateng) K.H Abu Choir MA, Webinar “Santri Sehat – Indonesia Sehat, Jogo Santri di Masa Pandemi Covid-19” yang digelar Yayasan Setara bersama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Diponegoro dukungan Unicef memperingati Hari Santri Nasional, Kamis (22/10).
Sebab, lanjutnya, pondok pesantren (ponpes) memiliki budaya sendiri yang berbeda dengan lembaga pendidikan umum, sehingga lebih tepat bila ponpes sebagai subjek.
“Kami hanya membutuhkan stimulasi. Ponpes merupakan lembaga pendidikan yang mandiri yang berbeda dengan lembaga pendidikan umum lainnya,” kata Abu.
Lebih lanjut Abu menyatakan, kasus Covid-19 di kalangan santri ponpes seperti fenomena gunung es yakni yang terlihat dipermukaan sedikit, padahal yang tidak terlihat jumlahnya cukup banyak, karena ponpes cenderung tertutup.
Baca juga :
- Selama 1 Tahun Indonesia Diterjang 3.253 Bencana, Dengan Kerugian Ekonomi Rp22 Triliun
- Ganjar Usul Pintu Masuk ke Indonesia Diperketat, Cegah Covid Varian Baru B1117
- Tim LPPKS-PS Kemendikbud Kunjungi SD Muhmmadiyah 1 Solo
- Balai Bahasa Jateng Gelar Bimtek Penulisan Kreatif di Media Massa Sekolah Kabupaten Cilacap
- MUI Jateng Akan Bantu Tingkatkan Nasabah Bank Syariah
Menurut ia, ada ketakutan ponpes jika ada kasus santri yang terpapar Covid-19 akan ditutup. Pandemi Covid-19 adalah persoalan bersama, bukan hanya ponpes sehingga harus ada keterbukaan agar ada tindakan yang dilakukan.
Pemerintah, lanjut Abu agar tidak terburu-buru mengambil keputusan melakukan swab massal di lingkungan ponpes, sebab bila hasilnya yang positif terpapar Covid-19 jumlahnya banyak, siapa yang menanggung makan? Juga dampak sosial lainnya.
“Jadi soal Covid-19 ini bukan sekadar soal positif dan negatif,” tandasnya.
Menurut Abu Choir, penangan kasus Covid-19 di ponpes pendekatannya memang harus berbeda dengan masyarakat umum.
“Semoga ada titik temu. Ada program Jogo Santri, Jogo Kiai. Kami berharap semua terbuka baik ponpes dan pemerintah untuk mewujudkan pesantren yang sehat dan kuat di Jawa Tengah,” harapnya.
Berdasarkan data yang disampaikan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo pada Senin (19/10), jumlah santri terpapar Covid-19 sebanyak 923 orang, dengan perincian 123 orang dirawat di ruang isolasi khusus, 446 orang karantina mandiri, 82 orang dirawat di rumah sakit, dan 272 orang sembuh.
Sementara itu staf ahli Satgas Covid-19 Jateng, dr. Budi Laksono dalam kesempatan sama menyebutkan, terdapat 11 klaster Covid-19 ponpes.
Klaster Covid-19 ponpes antara lain di Banyumas, Kendal, Batang, Majenang, Semarang, dan Jepara.
“Melihat data santri yang terpapar Covid-19 di ponpes itu seperti pemburu yang memburu ayam di kandang. Ia langsung bisa melihat banyak. Padahal di luar kandang (masyarakat umum) lebih banyak lagi,” jelas dia.
Sedangkan Kepala Kantor Unicef Perwakilan Jawa, Arie Rukmantar mengatakan, Jogo Santri bisa menjadi cara untuk memutus mata rantai Covid-19.
“Ponpes mampu mencari cara terbaik sistem pembalajaran di masa pandemi Covid-19, karena tidak tahu sampai kapan berakhir,” ujar dia.
Santri Ponpes Al-Uswah Kota Semarang, Adestya Hera Sabila mengatakan, pesantrennya telah menerapkan kebiasaan baru untuk mencegah penyebaran Covid-19.
“Tradisi cium tangan kiai dan Nyai, kini ditiadakan. Dilarang saling meminjam barang antarsantri. Bila ada santri tidak mengenakan masker, akan dihukum membersihkan lingkungan pesantren,” kata Sabila.