Cerpen Karya : Imam Nurcholis
Kabarku.net – Aku tidak bisa tidur malam itu karena angin sedang bertiup kencang di luar. Terlebih lagi rumahku yang berada dekat dengan hutan pinus, membuatku semakin susah untuk memasukki alam mimpiku.
Setiap kali aku mencoba memejamkan mata, selalu mendengar sebuah bisikan yang memanggil namaku. Akhirnya setelah terjaga beberapa lama aku dapat tidur dengan lelap karena angin kencang itu sudah berhenti berhembus.
Saat tertidur aku bermimpi bertemu dengan seorang anak kecil seumuranku, saat aku temui ia sedang menangis. Tanpa pikir panjang lagi aku pun menghampirinya.
Alangkah terkejutnya aku. Saat ia menoleh, ternyata ia adalah seorang anak keturunan Belanda, “Kenapa kau menangis?” tanyaku pada anak laki-laki berumur 12 tahun itu.
“Aku kesepian, aku tidak punya teman,” jawabnya.
Mendengar jawaban itu sontak ku pun merasa kasihan padanya. Oleh karena itu, aku menanyainya maukah jadi temanku. Ia mengangguk setuju. Namun, saat kutanya siapa namanya ia hanya tersenyum.
Baca juga :
- Kepala SMP di Semarang Menginginkan Pembelajaran Tatap Muka di Sekolah
- Artidjo Alkostar, “Momok” Koruptor Indonesia Meninggal Dunia
- Balai Bahasa Jateng Gelar Penghargaan Prasidatama 2021
- Ganjar Pantau Banjir di Kaligawe Semarang Sudah Mulai Surut
- Pucang Argo Community Gelar Baksos Korban Puting Beliung Demak
Aku pun bingung mengapa dia seperti itu. Lalu saat aku akan bertanya di mana ia tinggal, ia hanya menjawab, “Datanglah ke hutan pinus jika kau mau menemuiku.” Setelah itu tiba-tiba aku terbagun dari tidurku.
Pagi itu tanpa pikir panjang lagi aku berlari menuju ke hutan pinus yang berada tak jauh dari rumahku untuk menemuinya. Sebenarnya aku sedikit heran kenapa dia memintaku menemuinya di tempat itu.
Sesampainya di sana aku tidak dapat menemukan siapa-siapa. Yang ada hanyalah pohon pinus yang mengelilingiku. Tak berselang lama, tiba-tiba datang seorang anak kecil dari balik pohon pinus.
Saat kulihat ia dengan cermat ternyata ia adalah anak kecil yang aku temui di mimpiku malam itu. Ia melambaikan tangannya padaku sambil memanggil nama ku, “Lingga… Lingga.”
Aku pun kaget karena aku sama sekali belum memberitahukan namaku padanya. Lalu aku pun menghampirinya. Kami berjalan-jalan menyusuri hutan pinus itu. Aku terperangah saat melihat betapa indahnya pemandangan yang ada di sana.
Tak berasa waktu sudah beranjak petang. Aku pun berpamitan dengannya untuk pulang, ia hanya mengangguk dan berkata, “Besok datanglah ke sini lagi!”.
“Baiklah!” jawabku.
Hari-hari selanjutnya kami selalu bermain bersama hingga akhirnya kakak bertanya padaku, “Akhir-akhir ini kamu sering sekali keluar rumah, ke mana sebenarnya kau pergi?”.
Aku hanya menjawab bahwa aku hanya bermain dengan temanku di hutan pinus. Mendengar hal itu kakak lalu memarahiku, “Apa? Hutan pinus? Kenapa kau main ke sana? Di sana berbahaya. Bagaimana jika kau tersesat atau bertemu dengan hewan buas!”
Aku pun menjelaskan bahwa di sana ada seorang anak kecil yang membutuhkan teman sehingga aku menemaninya agar ia tidak kesepian.
Mendengar hal itu kakak sedikit mengerti akan hal yang aku lakukan, lalu ia bertanya siapa nama anak itu. Mendengar pertanyaan itu aku hanya bisa terdiam karena aku belum pernah diberi tahu nama temanku itu.
Mengetahui hal itu kakak lalu mengajaku pergi ke hutan itu lagi untuk menemui temanku. Ternyata temanku telah menunggu di tempat biasa kami bertemu.
Saat melihatnya, kakak tiba-tiba meneteskan air matanya sembari terperangah heran. Lalu ia menariku dan mengajaku untuk pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah kakak menjelaskan apa yang terjadi. Ia bercerita bahwa anak kecil itu juga merupakan teman masa kecilnya. Ia muncul pertama kali dalam mimpinya sama seperti yang aku alami.
Namun, ia sudah tidak pernah bermain dengannya lagi semenjak SMA karena kesibukkannya sekolah. Aku pun hanya heran dan takut mendengar cerita dari kakakku. Dalam hati kecilku bertanya, “Siapa dia? Mau apa dia?”
Lalu aku dan kakak pergi menemui kakek kami. Kami pun menceritakan apa yang tengah kami alami. Setelah mendengar cerita kami, kakek lalu memberi kami saran menyuruh kami untuk mencari tahu siapa nama anak itu, lalu memanggil namanya saat kami menemuinya.
Kakek menyuruh kami melakukan hal itu agar ia dapat pergi dengan tenang. Kakek memberi tahu kami bahwa anak itu adalah roh kesepian yang lupa namanya sehingga tidak dapat meninggalkan hutan pinus itu.
Kami pun mencari namanya ke berbagai tempat hingga akhirnya saat kami mencarinya di perpustakaan desa menemukan sebuah buku yang terdapat foto keluarga di dalamnya. Dalam foto tersebut terdapat seorang anak kecil yang sangat mirip teman kami.
Saat melihat sisi belakang foto itu akhirnya kami mengetahui nama anak itu. Tanpa pikir panjang kami lalu pergi ke hutan pinus untuk menemuinya.
Sesampainya di sana seperti biasa ia melambaikan tangan dan berkata, “Oeeyyy, Lingga! Rangga! Ayo kita bermain!”
“Terima kasih! Terima kasih untuk ajakannya, kami sangat senang dapat bermain denganmu, Edward!” Teriak kami.
Setelah kami menyebutkan namanya seketika kehadiran Edward di hadapan kami semakin memudar. Sebelum ia benar-benar menghilang dari pandangan kami, kami berlari ke arahnya dan memeluknya.
Saat itu kami melihat ia menangis. Lalu Edward berkata, “Terima kasih! Aku sangat senang dapat memiliki teman. Aku harap kalian tidak akan pernah melupakanku.”
Mendengar hal itu aku dan kakakku menangis. Hingga akhirnya keberadaan Edward benar-benar hilang dari hadapan kami.
Hari-hari selanjutnya aku sering diajak kakakku pergi ke hutan pinus itu untuk mengenang Edward, sahabat masa kecil kami yang sangat kami sayangi.
Cerpen Karangan: Imam Nurcholis
Blog: evoreborn.blogspot.co.id
http://cerpenmu.com r