Semarang, Kabarku.net – Universitas Diponegoro (Undip) Semarang melaporkan beberapa akun media sosial (medsos) yang telah menyebarkan informasi bohong atau hoaks adanya pungutan uang mahasiswa baru diterima jalur Ujian Mandiri S1 pada 2020 senilai Rp 87 miliar ke Polda Jateng.
Laporan dilakukan Pelaksana tugas Wakil Rektor III Undip Semarang Bidang Komunikasi dan Bisnis Dwi Cahyo Utomo didampingi tim kuasa hukum Undip ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Tengah, di Sukun, Kecamatan Banyumanik, Selasa (25/8).
Menurut Dwi, pihaknya melaporkan beberapa akun media sosial tersebut karena telah menyebarkan informasi tidak benar atau hoaks melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Informasi hoaks itu telah mencemarkan nama baik Undip, sehingga tim kuasa hukum melaporkan ke Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah,” katanya.
Mengenai nama akun medsos yang dilaporkan, Dwi tidak menyebutkan karena menyangkut strategi penyelidikan polisi untuk menguak siapa yang membuat dan menginisiasi penyebaran hoaks.
Baca juga :
- Keren, 27 Imam Masjid Asal Indonesia Akan Bertugas di Uni Emirat Arab
- Ganjar Dampingi Presiden Jokowi Cek Kawasan Industri Batang
- Djoko Susilo Lukis Momen Ganjar Makan Bareng Pengemis
- Hari Kartini, Siswa SD Muhammadiyah 1 Solo Membuat Poster dan Kenakan Pakaian Adat
- UKM Wirausaha Smart Unisri Solo Santuni Anak Yatim
Sebab bila disebutkan nama akun tersebut, dikhawatirkan mem-blast informasi sehingga dapat menghambat penyelidikan.
“Ada dua hingga empat akun yang kami laporkan ke polisi. Akun-akun yang mem-blast informasi itu, inisiasi pertama dan punya follower banyak, kami anggap punya itikad tidak baik kepada Undip,” tandas Dwi.
Dia menambahkan masalah ini serius, sehingga tidak boleh orang bermain-main sesukanya. “Kalau dibiarkan, bukan hanya Undip yang dirugikan,” katanya.
Sementara itu, Rektor Undip Prof Yos Johan Utama menyatakan penyebaran berita hoaks pungutan Rp 87 miliar dalam proses penerimaan mahasiswa baru sangat merugikan Undip.
Oleh karanye langkah hukum diperlukan agar diperoleh kepastian apa yang sesungguhnya terjadi terkait penyebaran berita bohong itu.
“Karena ini negara hukum, maka yang terbaik adalah dilakukan proses hukum supaya semuanya menjadi terang benderang,” ujar dia.